KOTA MALANG - Universitas Brawijaya menjadi tuan rumah dari 16 perguruan tinggi “KUMHAM Goes To Campus”, yakni program Kementerian Hukum dan HAM dalam menyosialisasikan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Nasional (KUHP) yang baru disahkan Januari 2023.
Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Alumni dan Kewirausahaan Dr. Setiawan Noerdajasakti, SH., MH mengatakan KUMHAM Goes To Campus diikuti mahasiswa UB yang tersebar dari berbagai fakultas yang ada di 18 fakultas tidak hanya FH saja.
Baca juga:
Pengertian Blog, Struktur Umum dan Jenisnya
|
“Ini merupakan suatu kegiatan menarik dan penting bagi kita semua dan para mahasiswa yang berasal dari berbagai fakultas. Memahami KUHP baru perlu diketahui semua kalangan tidak hanya akademisi, praktisi, dan mahasiswa di bidang FH tapi juga masyarakat pada umumnya, ” katanya.
Setiawan mengatakan semua orang dianggap tau hukum.
“Bagi mahasiswa yang bukan hukum wajib mengetahui KUHP dengan ratusan pasal yang baru disahkan, ” katanya.
Wakil Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia (Wamenkumham RI) menjelaskan pengesahan KUHP Nasional untuk mengganti KUHP Konvensional jaman kolonial yang sudah tidak terupdate lagi.
“Dari segi proses bahwa KUHP Nasional bukan sesuatu yang berada dalam lorong gelap bekerja diam-diam tapi perjalanan panjang kurang lebih enam tahun. Ini bukan sesuatu yang tiba-tiba turun dari langit. KUHP ini jadi pada 2019 tapi ada desakan ditunda akhirnya kami perbaiki 6 Desember 2022 dan disahkan pada Januari 2023, ” katanya.
Wamenkumham Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, S.H., M.Hum.
Dalam proses penyusunan KUHP Nasional tersebut dikatakan Edward, ada banyak masukan publik yang sudah dirumuskan.
“Bahwa tidak mungkin masukan publik akan kami rumuskan semua karena antara satu publik dengan yang lain bisa berbeda pendapat sehingga kami harus ada win win solution, ” katanya.
Sementara itu, salah satu proofriding yang juga dosen pidana FH Fachrizal Afandi, S.Psi., S.H., M.H., Ph.D., mengatakan tujuan dibentuknya KUHP Nasional karena yang sebelumnya sudah out of the date dan sudah banyak yang harus direvisi.
“Pasal-pasal pidana pada KUHP Nasional yang baru perlu disosialisasikan karena akan menyasar kita semua. Misal dulu orang hidup kumpul kebo dulu tidak bisa dipidana sekarang bisa dipidana sesuai dengan laporan dari orang tua. Hal ini harus diketahui agar masyarakat tidak main hakim sendiri dan agar masyarakat tau mana yang boleg dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan. Intinya orientasi pemulihan terhadap korban dam masyarakat, ” katanya
Harapan ke depan hukum Indonesia lebih baik bisa memfilter untuk menghukum yang benar-benar bersalah. Orientasi KUHP sekarang demokratisasi atau lebih demkrat dan jangan asal di pidana dan kalau ada alasan pemaafan dari korban jangan menjadi alasan pemidanaan. (OKY/Humas UB)